Memulihkan Akses Air Bersih dan Sanitasi di Wilayah Sengketa

Memiliki akses menuju air minum bersih dan layanan sanitasi adalah masalah serius yang terjadi di dunia. Bagi ratusan juta orang yang tinggal di daerah yang terkena dampak kekerasan atau konflik bersenjata, situasinya semakin memburuk. Seperti perang Rusia di Ukraina dan serangan Israel terhadap sumber daya air Palestina di Tepi Barat.
Dalam perang Rusia di Ukraina, infrastruktur untuk sistem air dan sanitasi negara telah hancur total oleh serangan terhadap pasokan air oleh kedua belah pihak. Sistem pasokan dan pengolahan air yang digunakan oleh warga sipil telah mengalami kerusakan, digunakan sebagai senjata dalam serangan yang disengaja, dan berada di bawah tekanan karena pergerakan penduduk yang signifikan.
Kemudian, ketika permusuhan meningkat mulai 7 Oktober 2023, situasi kemanusiaan di Gaza secara substansial memburuk. 2,3 juta orang yang tinggal di Jalur Gaza — yang setengahnya merupakan anak-anak — saat ini berjuang untuk memenuhi kebutuhan dasar mereka akan air, sanitasi, dan kebersihan. Beberapa terpaksa mulai mengebor sumur di dekat laut untuk mendapatkan air minum, atau mereka bergantung pada air keran garam dari satu-satunya akuifer di Gaza, yang tercemar dengan limbah dan air asin. Selain itu, blokade pada bahan bakar yang menggerakkan pembangkit listrik mengakibatkan pembatasan atau penghentian pasokan air dan listrik yang parah. Di wilayah utara, truk air — praktik pengiriman air melalui truk — telah benar-benar berhenti atau terhambat secara signifikan.
Sudah umum diketahui bahwa memiliki akses ke air minum yang bersih, terjangkau, dan aman serta layanan sanitasi adalah hak asasi manusia yang mendasar, maka dari itu, Water Stewardship Indonesia (WSI) menyerukan dan mendesak untuk segera menghentikan serangan dan dorongan untuk menerapkan beberapa langkah, untuk menjamin bahwa setiap orang, terutama perempuan dan anak-anak, dilindungi pada daerah konflik dan memiliki akses ke air bersih yang cukup. Pihak-pihak yang terlibat dalam konflik, serta para pemimpin dunia dan komunitas kemanusiaan pada umumnya, memiliki kewajiban untuk segera menghentikan permusuhan, memulihkan pasokan air, dan mematuhi hukum humaniter internasional, yang mensyaratkan perlindungan warga sipil dan pelestarian infrastruktur, terutama yang berkaitan dengan air dan sanitasi, yang sangat penting untuk kelangsungan hidup mereka.





